Jaminan dan Pengikatan Jaminan
A. PENDAHULUAN
Di dalam dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.
Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).
Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak (roerende goederen) dan benda tidak bergerak (onroerende goederen).
Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi Berwujud dan Tidak Berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan Tidak Berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan.
B. JAMINAN KEBENDAAN
Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminan/pengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya.
Pemberian jaminan dari Debitur kepada Kreditur menimbulkan 2 (dua) sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu:
- Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya.
- Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege (preferent).
B.1. BENDA TETAP/TIDAK BERGERAK
Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang.Tanah Yang Dapat Dijadikan Jaminan
Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) Tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah:
- Tanah Hak Milik
- Tanah Hak Guna Usaha (“HGU”)
- Tanah Hak Guna Bangunan (“HGB”)
- Tanah Hak Pakai atas tanah Negara
B.2. BENDA BERGERAK
Yang dimaksud dengan benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan sebagainya.Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia.
JAMINAN NON KEBENDAAN
Selain jaminan kebendaan, jaminan lain yang dapat diterima sebagai jaminan kredit adalah jaminan non kebendaan, yaitu Penanggungan.Sesuai Pasal 1820 KUH Perdata Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk :
- Jaminan Perorangan
- Jaminan Perusahaan
- Bank Garansi
- Standby Letter Of Credit (“SBLC”).
PENGIKATAN JAMINAN
D.1. Hak Tanggungan- Hak Tanggungan diatur dalam UUHT. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan suatu utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan/preferent kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur lain.
- Ciri-ciri Hak Tanggungan
(ii) Selalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada (droit de suite);
(iii) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;
(iv) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya;
(v) Tidak dapat dibagi-bagi;
(vi) Bersifat accessoir/merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.
- Obyek Hak Tanggungan
(ii) HGB
(iii) HGU
(iv) Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas dapat dibebani Hak Tanggungan karena memenuhi 2 syarat, yaitu :
- Terdaftar dalam buku tanah di Kantor Pertanahan (memenuhi asas publisitas); dan
- Dapat dipindahtangankan.
Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada instansi Pemerintah, Badan Keagamaan dan Sosial dan Badan Perwakilan Negara Asing yang tidak dibatasi jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu wajib didaftarkan, tetapi karena menurut sifatnya tidak dapat dipindah tangankan bukan merupakan obyek Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas Tanah Negara yang diberikan kepada orang perorangan dan badan-badan hukum perdata, karena memenuhi kedua persyaratan tersebut di atas, dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan.
- Hapusnya Hak Tanggungan
(ii) Dilepasnya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
(iii) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
(iv) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tertanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (“UUPA”).
Namun untuk tanah HGU, HGB dan Hak Pakai yang diperpanjang sebelum tanggal jatuh tempo, Hak Tanggungan yang dibebankan atasnya tetap berlanjut/tidak gugur.
Apabila Hak Tanggungan hapus karena hutang telah dibayar lunas atau karena sebab-sebab sebagaimana telah disebut di atas, maka Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan atau roya catatan Hak Tanggungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja atas permintaan pihak yang berkepentingan.
D.2. SKMHT
SKMHT merupakan akta yang bersifat pemberian kuasa oleh pemilik tanah/bangunan kepada Kreditur untuk melakukan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah/bangunan yang dijadikan jaminan utang.Pada dasarnya SKMHT bukanlah pengikatan jaminan, tetapi hanya sekedar kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan dan karenanya Kreditur belum mendapatkan hak-hak yang seluasnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam SKMHT (pasal 15 UUHT) adalah:
- Hanya diperkenankan dalam keadaan khusus, yakni apabila pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT untuk membuat APHT;
- Harus berbentuk Akta Notaril yang dibuat oleh Notaris/PPAT;
- Isi SKMHT hanya memuat perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan;
- Tidak memuat kuasa substitusi;
- Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya;
- Jangka waktu berlakunya:
- Untuk tanah yang sudah terdaftar : 1 bulan
- Untuk tanah yang belum terdaftar : 3 bulan;
- SKMHT untuk menjamin pelunasan Kredit Usaha Kecil, berlaku sampai saat berakhirnya masa perjanjian pokok.
- Dasar Hukum
2. Pengertian Gadai
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang Kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang Debitur atau oleh seseorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si-Kreditur itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada Kreditur lainnya.
3. Syarat Gadai
Barang yang digadaikan harus berada dalam penguasaan fisik Penerima Gadai atau orang lain yang ditunjuk oleh pemegang/penerima gadai, namun tidak boleh meliputi hak untuk memakai barang tersebut dengan ancaman batal demi hukum.
4. Obyek Gadai
Barang bergerak seperti: kendaraan, mesin, logam mulia, surat saham, surat berharga lainnya dan lain lain.
5. Bentuk Pengikatan Gadai
Dapat dilakukan secara akta Otentik/Notaril atau dibawah tangan.
6. Sifat Gadai
a. Mempunyai hak preferent
b. accessoir
D.4. Fidusia
a. Pengertian FidusiaJaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).
Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.
- Obyek Fidusia
(i) Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
(ii) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.
2. Yang dapat Memberi Fidusia
(i) Harus Pemilik Benda
(ii) Jika Benda tersebut milik Pihak Ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia tidak boleh dengan kuasa substitusi, tetapi harus langsung oleh pemilik Benda/Pihak Ketiga yang bersangkutan.
3. Bentuk Pengikatan Fidusia Harus dilakukan secara akta Otentik/Notaril sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU Fidusia.
4. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima atau kepada Kuasa atau Wakil Penerima Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium.
5. Larangan melakukan Fidusia Ulang terhadap Benda Obyek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar
(i) Apabila benda obyek jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum Obyek Jaminan Fidusia telah beralih kepada Penerima Fidusia;
(ii) Sehingga pemberian Fidusia Ulang merugikan kepentingan Penerima Fidusia.
6. Sifat Fidusia
(i) Asas Droit De Suite :
Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada.
(ii) Asas Hak Preferent:
- Dengan didaftarkannya Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan HAK YANG DIDAHULUKAN kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap Kreditur lainnya.
- Kualitas HAK DIDAHULUKAN Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.
D.5. Hipotek
- Dasar Hukum
2. Pengertian Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak yang diperoleh oleh penagih untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan dan yang dianggap sebagai jaminan atas utang yang dipinjamkannya kepada pemilik benda tersebut. Hipotek menyebabkan penagih mempunyai hak pembayaran uang yang didahulukan dari pada pelunasan atau pembayaran hutang orang lain.
3. Syarat Hipotek
(i) Atas benda tetap
(ii) Dengan akta Notaris
(iii) Didaftarkan di Kantor Balik Nama (Kodester)
4. Sifat Umum Hipotek
(i) Hipotek adalah hak kebendaan, yang bersifat absolut, hak itu mengikat bendanya dan memberi wewenang yang luas kepada si pemilik benda serta jangka waktu hak yang tidak terbatas.
(ii) Merupakan perjanjian Accessoir.
(iii) Droit de Preference atau hak yang didahulukan dari piutang lainnya.
(iv) Mudah dieksekusi.
(v) Objeknya benda tetap, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
(vi) Hanya berisi hak untuk melunasi hutang, dan tidak memberi hak untuk menguasai bendanya.
(vii) Dibebankan atas benda milik orang lain.
(viii) Pinjaman Hipotek tak dapat di bagi-bagi.
(ix) Openbaar atau bersifat terbuka.
(x) Specialitas.
D.6. Penanggungan
a. Dasar Hukum
Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata
- Pengertian
- Sifat Penanggungan
- Bersifat Accessoir.
- Bentuk umumnya tertulis, dapat di bawah tangan / Notaril.
- Pelepasan hak-hak istimewa yang diberikan oleh seorang penanggung sebagaimana diatur dalam pasal 1832 KUH Perdata.
- Perorangan
- Harus disertai Persetujuan Suami/Istri dari Debitur/Penjamin
- Penanggungan berpindah kepada ahli warisnya
- Suatu perjanjian dimana suatu badan hukum, guna kepentingan si Debitur (berhutang), mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban si Debitur manakala si Debitur tersebut wanprestasi.
- Harta kekayaan badan hukum tersebut yang dijadikan jaminan.
- Para pihak yang berwenang sesuai dengan AD Perseroan.
- Persetujuan Komisaris perseroan (apabila disyaratkan dalam AD Perseroan)
- Pelepasan Hak-hak Istimewa
- Meminta agar harta benda Debitur disita dan dilelang terlebih dahulu (Pasal 1831 KUH Perdata). Sita dan lelang terhadap harta kekayaan penjamin akan tiba gilirannya apabila hasil lelang terhadap harta kekayaan Debitur belum mencukupi untuk melunasi seluruh kewajibannya kepada Bank, yang dengan demikian hak ini akan menimbulkan kewajiban bagi penjamin untuk menunjukkan harta kekayaan Debitur yang akan dikenakan sita atau dilelang;
- Meminta pemecahan utang (Pasal 1837 KUH Perdata). Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum untuk satu Debitur dan untuk satu utang, maka masing-masing penjamin dapat bertangung jawab secara proporsional;
- (i) Menuntut pembayaran kembali dari Debitur atas jumlah yang telah dibayarnya kepada Kreditur (Pasal 1839 KUH Pedata), dan lebih dari itu memungkinkan penjamin untuk (ii) menerima pengalihan hak dari Kreditur (subrogasi) atas seluruh hak Kreditur (Pasal 1840 KUH Perdata), seperti hak Kreditur atas hak tanggungan atau fidusia, mengingat apabila penjamin telah melakukan pembayaran atau telah memenuhi kewajibannya maka secara hukum hak Kreditur berupa pelunasan utang dari Debitur beralih kepada penjamin;
- Menuntut Debitur untuk mengganti kerugian atau dibebaskan dari penanggungan sebelum penjamin membayar kewajibannya (Pasal 1843 KUH Perdata), karena sebab-sebab: (i) apabila penjamin digugat di pengadilan untuk membayar, (ii) Debitur berjanji membebaskan penjamin pada waktu tertentu, (iii) utang sudah dapat ditagih karena lewatnya waktu yang ditetapkan untuk penjaminannya, atau (iv) jangka waktu penjaminan lebih dari 10 tahun, dalam hal perjanjian pokok tidak menetapkan batas waktu pengakhiran perjanjian. Menurut hemat kami, Pasal ini masih dapat diperdebatkan, mengingat sebelum penjamin melakukan pembayaran apapun, maka: (i) akan sulit untuk meminta ganti kerugian kepada Debitur, dan (ii) permintaan penjamin untuk dibebaskan dari penangungan hendaknya dimintakan kepada Kreditur (bukan kepada Debitur), mengingat Kreditur adalah pihak yang menerima penanggungan;
- Mengajukan keberatan menyangkut penanggungan yang diberikannya (Pasal 1847 KUH Perdata), dan bukan keberatan menyangkut keadaan Debitur. Sebagai contoh, penjamin tidak diperkenankan mengajukan keberatan sehubungan dengan adanya perubahan susunan pengurus dari Debitur;
- Meminta kepada Kreditur untuk dibebaskan dari kewajibannya, apabila (i) Kreditur telah menghilangkan hak-hak istimewa dari Kreditur (Pasal 1848 KUH Perdata), seperti hak yang timbul dari hak tanggungan, atau (ii) Kreditur secara sukarela menerima kekayaan Debitur sebagai pembayaran utang Debitur (Pasal 1849 KUH Perdata).
Pelepasan beberapa hak istimewa dari penjamin, yang disepakati oleh penjamin dan Bank dalam perjanjian penanggungan, mengandung akibat-akibat sebagai berikut:
a. Pelepasan Pasal 1831 KUH Perdata. Dalam hal Debitur lalai memenuhi kewajibannya, maka Kreditur dapat langsung meminta penjamin untuk memenuhi kewajiban dari Debitur, dan apabila penjamin tidak memenuhi kewajiban yang diminta Kreditur maka Kreditur dapat mengajukan permohonan sita dan lelang langsung terhadap harta kekayaan penjamin.
b. Pelepasan Pasal 1837 KUH Perdata. Dalam hal penjamin terdiri dari beberapa subyek hukum, maka masing-masing penjamin terikat untuk seluruh utang (tidak proporsional) dan apabila terdapat penjamin lain yang tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka penjamin lain akan menjadi penjamin atas porsi kewajiban dari penjamin yang tidak mampu tersebut.
c. Pelepasan Pasal 1430 KUH Perdata. Penjamin untuk mengurangi besarnya penanggungan atau besarnya kewajiban yang harus dibayarnya, dapat meminta antara Kreditur dengan Debitur memperjumpakan utangnya (set-off) terlebih dahulu, dalam hal Kreditur ternyata memiliki kewajiban kepada Debitur. Dengan dilepaskannya hak ini, tentunya penjamin tidak diperkenankan untuk meminta perjumpaan utang antara Kreditur dan Debitur.
d. Pelepasan Pasal 1843 KUH Perdata. Penjamin tidak diperkenankan menuntut ganti kerugian atau meminta kepada Debitur untuk dibebaskan dari perikatan penanggungan, dengan alasan-alasan yang diuraikan dalam butir 2.4 di atas.
e. Pelepasan Pasal 1848 dan 1849 KUH Perdata. Apabila harta kekayaan Debitur, yang nantinya akan menjadi jaminan untuk penjamin, telah dialihkan oleh Debitur karena Kreditur sebelumnya telah melepaskan haknya terhadap harta kekayaan dimaksud atau bahkan harta kekayaan dimaksud telah diterima oleh Kreditur sebagai pembayaran kewajiban Debitur, maka penjamin akan kehilangan (kesempatan terhadap) harta kekayaan Debitur yang akan/dapat menjadi jaminan atau sumber pelunasan kewajiban Debitur kepada penjamin nantinya.
D.7. SBLC
- Pengertian
(i) Kewajiban pemohon sebagai debitur
(ii) Kewajiban pemonohon sebagai garantor
(iii) Kewajiban lainnya dari pemohon
- Pedoman SBLC
- Karakteristrik SBLC
(ii) Primary Obligatoir, yaitu penerbit tidak dapat meminta pemohon untuk memenuhi kewajibannya terlebih dahulu.
(iii) bersifat tidak accessoir.
(iv) Saat klaim diajukan dapat mensyaratkan dokumen atau tidak.
SBLC tidak accessoir dengan perjanjian pokoknya, karena dalam UCP 500 pasal 3 disebutkan bahwa SBLC adalah transaksi yang terpisah dari perjajian lainnya yang menjadi dasar penerbitan SBLC.
- Syarat Formal SBLC
(ii) Mata uang dan jumlah uang jaminan
(iii) Jangka waktu berlakunya penjaminan
(iv) Transaksi yang dijamin
(v) Cara pembayaran bila SBLC diklaim
(vi) Ketentuan yang mengatur SBLC
(vii) Tempat pembayaran klaim SBLC
Hukum Agunan dan Jenis Jaminan Kredit Perbankan
Hukum agunan diperlukan untuk mengatur tata tertib salah satu proses pemberian kredit. Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah terdapat dua jenis agunan, yaitu agunan utama dan agunan tambahan. Agunan utama adalah agunan yang terkait langsung dengan obyek kredit atau pembiayaan jika berdasarkan prinsip syariah. Sedangkan agunan tambahan adalah agunan yang tidak terkait langsung dengan obyek kredit atau pembiayaan jika berdasarkan prinsip syariah.
Dalam undang-undang perbankan, diatur bahwa bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Untuk mengurangi risiko pemberian kredit, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.
Mengingat bahwa agunan merupakan salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya.
Agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.
Berarti agunan tambahan tidak wajib jika keyakinan dimaksud telah diperoleh.
1. Jenis-jenis agunan:
Hak-hak kebendaan:(a) Benda tetap, (b) Bergerak; (1) Bertubuh dan (b) Tidak Bertubuh/ Hak-hak tagih. Dalam pengertian luas termasuk asuransi dengan Banker's Clause. Dalam penilaian agunan, memperhatikan: (a) Aspek ekonomis (nilai jual, marketable dan nilai yang akan datang); (b) Aspek yuridis (kepemilikan, pribadi/bersama/warisan, bukti kepemilikan, data fisik; (c) aspek likuidasi (d) aspek lingkungan hidup2. Jenis-jenis Jaminan Kredit (Sesuai Hukum Agunan)
- Jaminan Umum (pasal 1131 Kitab undang-undang hukum perdata) artinya setiap/semua harta milik siberhutang merupakan jaminan atas pelunasan hutangnya.
- Jaminan Khusus : (a) Hak tanggungan (UU no 4/1996), (b) Hipotik (1162-1232 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), (c) Jaminan Fidusia (UU no 42/1999), (d) Gadai (1150-1160 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), (e) Jaminan resi gudang (UU no 9/2006), (f) Jaminan penganggungan (1820-1850 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), yang terdiri personal guarantee dan corporate guarantee, (g) cessie sebagai agunan
Penjelasan mengenai Jenis-jenis jaminan (sesuai hukum agunan) adalah sebagai berikut:
- Obyek hak tanggungan, berupa : tanah dengan status hak milik, hak guna bangun, hak guna usaha, hak pakai atas tanah negara (yang didaftar dan dapat dipindah tangankan), hak milik atas satuan rumah susun (diatas HM, HGB dan hak pakai atas tanah negara)
- Obyek hipotik adalah kapal laut yang berisi berat kotor diatas 20 m3 atau 7 GT
- Obyek gadai adalah adalah benda bergerak, simpanan nasabah (giro, tabungan dan deposito)
- Gadai saham adalah
- Saham yang tidak bertansaksi 3 bulan sejak perjanjian kredit
- Saham dengan harga pasar dibawah nilai harga nominal saat perjanjian kredit
- Nilai maksimum 50% harga pasar saat perjanjian kredit.
- Hanya saham yang diterbitkan oleh perusahaan penerima kredit
- Untuk pemberian kredit dalam rangka ekspansi dan akuisisi
- Nilai saham maksimum sebesar nilai nominal saham yang tercantum dalam anggaran dasar
- Obyek fidusia adalah semua benda dan semua hak, kecuali obyek hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan yang berlaku menentukan jaminan atas benda tersebut wajib didaftar, obyek hipotik atas kapal yang terdaftar dengan isi 20 m3 atau lebih, obyek hipotik pesawat terbang, obyek gadai
3. Bentuk-bentuk pengikatan:
- Hak tanggungan, fidusia dan hipotik diikat dengan akta pemberian Hak tanggungan, fidusia dan hipotik dan kemudia didaftarkan pada kantor pendaftaran yang terkait.
- Gadai diikat dengan akta gadai
4. Lahirnya hak preferent
Sejak didaftarkan bagi hak tanggungan, fidusi dan hipotikGadai serta obyek gadai secara fisik berada dalam penguasaan sipenerima gadai sedangkan mengenai tata cara pengikatannya dan bentuk serta isi akta pengikatannya bagi hak tanggungan, fidusi dan hipotik telah diatur secara rinci dalam peraturan pelaksanaan maupun panduan yang dikeluarkan oleh instansi terkait.
Kami berharap setelah membaca artikel ini pengunjung jadi lebih paham mengenai jenis-jenis agunan (jenis jaminan kredit) beserta hukum agunan
DAFTAR PUSTAKA
bankernote.com
Buku
- Kansil, C.S.T, Prof, Drs, S.H. dan Christine S.T.Kansil, S.H, M.H, Modul Hukum Perdata (termasuk Asas-asas Hukum Perdata), Cetakan Ketiga (edisi revisi), PT Pradnya Paramita, Jakarta.
- Budi Untung, H, S.H, M.M, Kredit Perbakan di Indonesia, Andi Yogyakarta.
- Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Peraturan
- Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tanggal 24 September 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
- Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Perbankan
- Undang-Undang No. 4 tahun 1996, tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
- Undang-Undang No. 42 tahun 1999, tanggal 30 September 1999 tentang Jaminan Fidusia.
- Uniform Customs And Practice For Documentary Credits 500
Komentar
Posting Komentar