Penanganan Kredit Bermasalah...??
Berdasarkan survey Office of the Comptroller of The Currency (OCC)
tahun 1998 dari 171 bank gagal dan 51 bank yang direhabilitasi :
- 81 % karena tidak ada kebijakan perkreditan
- 86 % karena pemberian kredit serampangan, penagihan yang tidak berhasil, atau tidak ada standar kredit.
Apabila bank punya NPL besar, maka :
- Bank harus membentuk cadangan penyisihan penghapusan piutang yang besar à menyedot laba (earning & equity risk).
- Tersendatnya likuiditas dana masuk (liquidity risk).
Perkreditan merupakan salah satu usaha penting bagi bank dalam
memberikan keuntungan, tetapi berbagai masalah atas penyaluran kredit
harus dihadapi perbankan. Akhir-akhir ini banyak kritikan terhadap
kinerja perbankan nasional yang dilakukan oleh praktisi keuangan ataupun
lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini sehubungan dengan adanya kredit
bermasalah yang biasa disebut Non Performance Loan (NPL) dengan jumlah
yang cukup signifikan di sejumlah bank tersebut.
Kredit bermasalah atau nonperforming loan merupakan resiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya. Resiko tersebut berupa keadaan di mana kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya (wanprestasi). Kredit bermasalah atau nonperforming loan di perbankan itu dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, misalnya, ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan procedur pemberian kredit, atau disebabkan faktor lain seperti faktor makro ekonomi.
Pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari prinsip kepercayaan, yang sering menjadi sumber malapetaka bagi kreditur sehubungan dengan kredit macet.
Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) tersebut adalah apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan, atau macet.
Untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat non struktural, pada umumnya dapat diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi berupa penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, atau konversi kredit menjadi pernyataan sementara.
Sedangkan untuk kredit- kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan dengan restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah yang bersifat nonstruktural, melainkan harus diberikan pengurangan pokok kredit (haircut) sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Dalam pelaksanaannya sekalipun prinsip penilaian 7C telah dilakukan semaksimal mungkin usaha di atas belum bisa menjamin keberhasilan pelaksanaan kredit karena adanya faktor eksternal seperti perubahan situasi ekonomi atau faktor internal yang menimpa pada usaha debitur. Dalam perkembangannya, kualitas atau kolektibilitas kredit yang telah diberikan tidak selalu lancar, seringkali kurang lancar,diragukan, bahkan macet.
Kredit bermasalah bagaimanapun juga akan berdampak negatif baik secara mikro (bagi Bank / Lembaga Keuangan itu sendiri dan nasabah) maupun secara makro (sistem perBank / Lembaga Keuangan an dan perekonomian negara).
Kredit yang bermasalah akan mempengaruhi kelancaran perputaran modal dan cash flow di dalam suatu Bank / Lembaga Keuangan , yang pada akhirnya dapat menggangu likuiditas keuangan yang harus dijaga oleh setiap Bank / Lembaga Keuangan .
Jika Bank / Lembaga Keuangan tidak likuid, maka dapat mengurangi kredibilitas Bank / Lembaga Keuangan ,hal ini menyangkut kepercayaan para pemilik dana yang menanamkan modalnya pada Bank / Lembaga Keuangan tersebut.
Untuk menghindari kerugian akibat kredit bermasalah tersebut maka Bank / Lembaga Keuangan menempuh langkah-langkah dalam upaya penanganan kredit bermasalah antara lain perlu dipersiapkan langkah-langkah pengamanan dan penyusunan strategi yang tepat,sehingga kemungkinan kerugian yang lebih besar dapat dihindari.
Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki resiko tinggi, karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kesulitan yang telah ditentukan.
Penggolongan kolektibilitas kredit
Kolektibilitas kredit dapat digolongkan menjadi 5,yaitu:
1. Lancar,
2. Dalam Perhatian Khusus,
3. KurangLancar,
4. Diragukan, dan
5. Macet.
Kolektibilitas kredit dilihat dari segi prospek usaha, dilihat dari segi kinerja, dan dilihat dari segi kemampuan membayar.
Sedangkan kriteria kolektibitas kredit bermasalah dibedakan menjadi 3 kriteria yakni:
1. Kurang Lancar,
2. Diragukan,
3. Macet.
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau non-performing loan itu dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu:
1. Penyelamatan kredit.
2. Penyelesaian kredit.
Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan.
I. Penyelamatan Kredit Bermasalah
Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai debitor,
Mengenai penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum adalah melalui alternatif penanganan secara:
- penjadwalan kembali (rescheduling),
- persyaratan kembali (reconditioning),
- dan penataan kembali (restructuring).
Syarat Penyelamatan Kredit Bermasalah
Bank / Lembaga Keuangan melakukan upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Dengan penyelamatan kredit, kondisi Bank / Lembaga Keuangan menjadi lebih baik.
b. Adanya itikad baik dari debitur yang kooperatif.
c. Penilaian usaha debitur yang menunjukkan prospek usaha yang baik.
d. Penilaian harga barang jaminan dapat digunakan untuk menutup kredit, jika masih kurang nilai jaminannya maka debitur harus memberikan jaminan lagi.
Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut:
1. Melalui rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit termasuk tenggang (grace priod), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.
2. Melalui reconditioning (persyaratan kembali), yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja. Tetapi perubahan kredit tersebut tanpa memberikan tambahan kredit atau tanpa melakukan konversi atas seluruh atau sebagian dari kredit menjadi equity perusahaan.
3. Melalui restructuring (penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambaha kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan atau tanpa rescheduling atau reconditioning
Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui:
a. penurunan suku bunga Kredit;
b. perpanjangan jangka waktu Kredit;
c. pengurangan tunggakan bunga Kredit;
d. pengurangan tunggakan pokok Kredit;
e. penambahan fasilitas Kredit; dan atau
f. konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara
Sebagaimana diketahui dalam praktek penyelesaian masalah kredit macet diawali dengan upaya – upaya dari bank sebagai pihak kreditur dengan berbagai cara antara lain dengan melakukan penagihan langsung oleh bank kepada debitur yang bersangkutan atau mengupayakan agar debitur menjual agunan kreditnya sendiri untuk pelunasan kreditnya di bank.
II. Penyelesaian Kredit Bermasalah
Adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.
Apabila penyelesaian sebagaimana tersebut diatas tidak berhasil dilaksanakan, pada umumnya upaya yang dilakukan bank dilakukan melalui prosedur hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat beberapa lembaga dan berbagai sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaian masalah kredit macet perbankan.
Penyelesaian Kredit Bermasalah dilakukan melalui2 (dua) cara, yaitu sebagai berikut:
1. Penyelesaian Kredit Bermasalah Secara Damai.
Penyelesaian kredit bermasalah secara damai dapat dilakukan terhadap debitur yang beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui saluran hukum.
Jenis-Jenis dan Ketentuan Penyelesaian Kredit Secara Damai, meliputi:
- Pemberian fasilitas keringanan bunga, Pemberian fasilitas keringanan bunga hanya diberikan kepada penunggak dengan kolektibilitas Diragukan, Macet dan Kredit yang telah dihapus bukukan.
- Penjualan agunan di bawah tangan, Penjualan agunan di bawah tangan dilakukan agar debitur masih diberikan kesempatan untuk menawarkan/menjual sendiri agunannya.
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Saluran Hukum
Penyelesaian kredit bermasalah melalui saluran hukum ini apabila upaya restrukturisasi/ penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau debitur tidak menunjukkan itikad baik (onwill) dalam menyelesaikan kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui saluran hukum yakni Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) atau Pengadilan Negeri.
Sebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Adapun sebab-sebab timbulnya kredit bermasalah meliputi sebagai berikut:
1. Kelemahan dari sisi intern debitur dapat disebabkan antara lain:
- Itikad tidak baik dari debitur
- Menurunnya usaha debitur mengakibatkan turunnya kemampuan debitur untuk membayar angsuran.
- Debitur tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk mengelola usaha, sehingga usaha debitur tidak berjalan baik.
- Ketidak jujuran debitur dalam penggunaan kredit untuk produktif menjadi kredit konsumtif yang tidak sesuai dengan tujuan semula dalam perjanjian kredit.
2. Kelemahan dari sisi intern Bank / Lembaga Keuangan dapat disebabkan :
- Itikad tidak baik dari petugas Bank / Lembaga Keuangan untuk kepentingan pribadi, seperti pegawai Bank / Lembaga Keuangan merealisir kredit debitur yang memberi imbalan atas pencairan kredit tersebut.
- Kekurang mampuan petugas Bank / Lembaga Keuangan dalam pengelolaan pemberian kredit mulai dari pengajuan permohonan sampai pencairan kredit.
- Kelemahan dan kurang efektifnya petugas Bank / Lembaga Keuangan membina debitur, sehingga debitur mudah memanfaatkan celah ini untuk mencoba melakukan pelanggaran maupun ingkar janji (wanprestasi).
3. Kelemahan dari sisi ektern Bank / Lembaga Keuangan dapat disebabkan:
a. Force majeur.
Perubahan-perubahan yang terjadi karena bencana alam yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi debitur dalam usahanya. Perubahan ini antara lain bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan lain sebagainya.
b. Akibat perubahan-perubahan eksternal lingkungan (environtment).
Perubahan ekonomi karena krisis moneter yang berpengaruh terhadap usaha debitur. Krisis moneter tersebut dapat menyebabkan terjadinya inflasi yang dapat menyebabkan nilai uang menurun terhadap mata uang asing. Hargabarang-barang naik, menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi yang dapat menyebabkan nilai uang naik terhadap mata uang asing sehingga barang-barang turun, yang menyebabkan lesunya produktifitas perusahaan.
Proses Terjadinya Kredit Bermasalah
Proses terjadinya kredit bermasalah dapat dilihat setelah dilakukan pengenalan dini terhadap kredit
bermasalah.
Proses tersebut antara lain sebagaiberikut:
- Pengawas Bank / Lembaga Keuangan akan menganalisa permohonan kredit, apabila kondisi pemohon dinilai layak maka Bank / Lembaga Keuangan akan mencairkan kredit.
- Pengawasan kredit dilakukan atas kredit yang disalurkan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah.
- Kredit yang disalurkan harus digolongkan menurut kolektibilitas agar mempermudah dalam penyelamatannya, untuk kriteria kredit bermasalah.
- Penggolongan terhadap kredit dari suatu debitur berdasarkan kolektibilitas apabila pembayaran angsuran harus sesuai dengan perjanjian sebagai berikut:
- Angsuran debitur masuk dalam kategori lancar apabila pembayaran angsurannya tidak pernah menunggak atau melewati tanggal jatuh tempo.
- Debitur yang mengalami penunggakan 1-3bulan masuk dalam kelompok dalam perhatian khusus, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan akan melakukan pengawasan atas kredit tersebut dengan melakukan kunjungan ke tempat usaha.
- Debitur mengalami tunggakan 3-6 bulan masuk kategori kelompok kurang lancar,maka pihak Bank / Lembaga Keuangan akan melakukan penagihan dengan cara mengirim surat teguran dan data dokumen tentang kredit debitur.
- Debitur mengalami tunggakan 6-9 bulan masuk kategori kelompok diragukan, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan akan melakukan pengamanan jaminan. Pengamanan jaminan dengan cara melakukan penilaian harga jaminan tersebut serta menilai ada prospek atau tidak untuk melunasi kewajibannya.
- Debitur mengalami tunggakan >9 bulan masuk kategori kelompok macet, maka pihak Bank / Lembaga Keuangan akan langsung melakukan penyelesaian kredit dengan cara damai atau dengan hukum.
Pendekatan Kredit Bermasalah
Pendekatan dan penetapan strategi dalam penanganan kredit bermasalah yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan Secara Tertulis, dengan cara yaitu:
- Pemberian Surat Tagihan
- Pemberian Surat Peringatan
- Pemberian Surat Tagihan I, II, dan III
2. Pendekatan Secara Lisan.
- Pihak Bank / Lembaga Keuangan dalam melaksanakan pendekatan ini dengan cara berkunjung ke tempat usaha debitur untuk segera melunasi kewajibannya sebelum diberikan surat tagihan.
- Apabila setelah diberi Surat Peringatan III,tetapi debitur belum melunasi kewajibannya maka pihak Bank / Lembaga Keuangan melakukan kunjungan untuk menilai usaha debitur.
- Pihak Bank / Lembaga Keuangan melakukan pembinaan kepada debitur yang mempunyai kategori prospek baik dan itikad baik, prospek tidak baik dan itikad baik, dan prospek tidak baik dan itikad tidak baik supaya menjadi kooperatif dan mau segera melunasi kewajibannya.
3. Pendekatan mengenai persepsi yang dilakukan pejabat kredit Bank / Lembaga Keuangan untuk menyelamatkan kredit sebagai berikut:
- Tidak boleh membiarkan atau bahkan berusaha untuk menutup-nutupi adanya atau terjadinya kredit bermasalah.
- Mendeteksi secara dini kemungkinan kredit akan menjadi bermasalah.
- Menangani kredit bermasalah sesegera mungkin untuk menghindari semakin memburuknya kredit tersebut.
- Mengambil kebijaksanaan dalam menentukan langkah penyelesaian kredit bermasalah.
- Menangani kredit bermasalah harus objektif, tidak membeda-bedakan dengan debitur-debitur tertentu dan atau besaran pinjaman tertentu, namun tetap memperhatikan skala prioritas.
Sebelum menentukan strategi dalam rangka penyelesaian kredit, terlebih dahulu harus di identifikasi yakni sebagai berikut:
- Dokumen :Adalah data-data maupun surat-suratserta identitas para debitur.
- Hubungan Dengan Debitur : Sudah terjalinsebagai nasabah lama atau baru.
- Informasi dan Investigasi: Perlu diketahui masalah kemacetan dan diselidiki
Sumber : www.andybangun.blogspot.co.id
Komentar
Posting Komentar