Ketentuan Arsip Perbankan
Pengertian arsip menurut Peraturan Kepala (Perka) Arsip Nasional Republik Indonesia adalah informasi terekam dalam bentuk dan media apa pun yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi masyarakat, dan perorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Arsip ini memiliki nilai guna dan harus dikelola secara sistematis untuk menjaga keasliannya, keamanan, dan kemudahan aksesnya.
Definisi ini memberikan penekanan pada pentingnya arsip sebagai sumber informasi yang memiliki nilai historis, administratif, hukum, dan keilmuan, serta harus dijaga dan dilestarikan untuk kepentingan masa kini dan mendatang.
A. Ketentuan Retensi Arsip Perbankan
Ketentuan dan retensi kearsipan perbankan di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan, termasuk peraturan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Peraturan mengenai kearsipan bertujuan untuk memastikan bahwa dokumen dan arsip yang diciptakan oleh organisasi, termasuk bank, disimpan dan dikelola dengan baik sesuai dengan nilai dan masa retensinya. Salah satu peraturan yang relevan adalah Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Standar Pengelolaan Arsip Dinamis.
Berikut adalah ringkasan ketentuan utama terkait kearsipan di perbankan:
1. Klasifikasi Arsip
Arsip diklasifikasikan berdasarkan jenis informasi dan kepentingannya, yang meliputi:
- Arsip Vital: Arsip yang sangat penting untuk kelangsungan hidup organisasi dan tidak boleh hilang.
- Arsip Aktif: Arsip yang sering digunakan dalam kegiatan sehari-hari dan harus mudah diakses.
- Arsip Inaktif: Arsip yang frekuensi penggunaannya sudah menurun tetapi masih memiliki nilai administratif, hukum, atau informasi.
2. Jadwal Retensi Arsip (JRA)
JRA adalah dokumen yang menetapkan jangka waktu penyimpanan dan nasib akhir dari suatu arsip, apakah akan dimusnahkan atau dipindahkan ke arsip statis. Beberapa ketentuan umum dalam JRA meliputi:
- Arsip dengan nilai hukum: Disimpan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Arsip keuangan dan transaksi: Biasanya memiliki retensi selama beberapa tahun sesuai dengan peraturan pajak dan perbankan.
- Arsip operasional dan manajemen: Retensi bervariasi tergantung pada pentingnya dokumen untuk fungsi operasional dan manajemen.
3. Pengelolaan dan Pemeliharaan Arsip
Bank diwajibkan untuk memiliki sistem pengelolaan arsip yang efektif, yang mencakup:
- Proses penciptaan dan klasifikasi: Memastikan bahwa semua dokumen yang dihasilkan diklasifikasikan dan disimpan dengan benar.
- Penyimpanan dan perawatan: Menyimpan arsip dalam kondisi yang aman dan terjaga dari kerusakan fisik atau hilangnya informasi.
- Akses dan perlindungan informasi: Mengatur akses terhadap arsip agar tidak disalahgunakan, serta melindungi informasi sensitif.
4. Pemusnahan Arsip
Arsip yang sudah tidak memiliki nilai guna dan telah melewati masa retensinya dapat dimusnahkan, tetapi harus dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan, termasuk:
- Proses verifikasi: Sebelum pemusnahan, arsip harus diverifikasi oleh tim atau komite yang berwenang.
- Dokumentasi pemusnahan: Proses pemusnahan harus didokumentasikan dengan baik dan dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
5. Pemindahan ke Arsip Statis
Arsip yang memiliki nilai sejarah, bukti, atau dokumentasi penting lainnya dipindahkan ke arsip statis untuk disimpan secara permanen. Ini termasuk:
- Prosedur seleksi: Menyeleksi arsip yang akan dipindahkan ke arsip statis berdasarkan nilai guna jangka panjangnya.
- Pemeliharaan dan akses: Memastikan arsip statis dikelola dan dilestarikan dengan baik serta dapat diakses sesuai kebijakan.
6. Kepatuhan Terhadap Peraturan
Bank wajib mematuhi peraturan kearsipan yang berlaku, termasuk:
- Peraturan perbankan terkait kearsipan: Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memiliki ketentuan yang harus diikuti terkait penyimpanan dokumen keuangan dan transaksi.
- Audit dan pengawasan: Bank harus siap untuk diaudit dalam hal kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur kearsipan.
Kepatuhan terhadap ketentuan kearsipan tidak hanya membantu bank dalam pengelolaan dokumen secara efisien tetapi juga dalam memenuhi persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan.
B. Kriteria Arsip dan Masa Retensi Arsip Perbankan
Kriteria arsip dan masa retensi arsip di perbankan Indonesia ditetapkan untuk memastikan bahwa dokumen dan informasi disimpan dengan cara yang sesuai dengan nilai guna dan persyaratan hukum. Kriteria ini termasuk klasifikasi berdasarkan jenis arsip dan durasi penyimpanannya (masa retensi) sebelum arsip tersebut dapat dimusnahkan atau dipindahkan ke penyimpanan permanen (arsip statis).
Kriteria Arsip
Arsip Vital
- Definisi: Arsip yang sangat penting bagi kelangsungan operasional bank dan pemenuhan kewajiban hukum.
- Contoh: Akta pendirian, izin operasional, perjanjian utama, data nasabah inti, data keuangan utama.
- Retensi: Umumnya disimpan permanen atau selama bank beroperasi, karena kehilangan arsip ini dapat menyebabkan kerugian besar atau menghentikan operasi bank.
Arsip Penting
- Definisi: Arsip yang tidak vital tetapi penting untuk operasi sehari-hari, pengambilan keputusan, dan pemenuhan kewajiban hukum.
- Contoh: Laporan keuangan, laporan audit, kontrak dan perjanjian bisnis, kebijakan dan prosedur internal.
- Retensi: Masa retensi bervariasi; laporan keuangan biasanya disimpan selama 5-10 tahun, laporan audit selama 5 tahun atau lebih sesuai kebutuhan hukum.
Arsip Berguna
- Definisi: Arsip yang mendukung kelancaran operasional harian dan keputusan manajemen, tetapi kehilangan arsip ini tidak akan menghambat operasional.
- Contoh: Dokumen internal, memo, laporan rutin, catatan korespondensi.
- Retensi: Retensi bisa berkisar antara 2-5 tahun, tergantung pada relevansi dokumen dengan operasional saat ini.
Arsip Tidak Berguna
- Definisi: Arsip yang tidak lagi memiliki nilai guna bagi bank baik dari segi administratif, hukum, atau informasi.
- Contoh: Draft dokumen yang sudah selesai, salinan yang tidak lagi diperlukan, dokumentasi sementara.
- Retensi: Biasanya dimusnahkan setelah tidak diperlukan lagi, sering kali dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun.
Masa Retensi Arsip
Masa retensi arsip di perbankan ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk kebutuhan operasional, nilai historis, dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Berikut adalah panduan umum untuk masa retensi:
Arsip Keuangan
- Laporan Keuangan Tahunan: Disimpan minimal 10 tahun.
- Jurnal Umum, Buku Besar, dan Laporan Transaksi: Disimpan minimal 5 tahun sesuai peraturan pajak dan keuangan.
Arsip Hukum dan Kontrak
- Dokumen Kontrak dan Perjanjian: Disimpan selama masa berlaku kontrak dan ditambah beberapa tahun (biasanya 5 tahun) setelah berakhirnya kontrak untuk mengantisipasi klaim hukum.
- Dokumen Kepatuhan dan Regulasi: Disimpan sesuai dengan persyaratan hukum yang berlaku.
Arsip Pelanggan dan Transaksi
- Data Nasabah: Disimpan minimal 5 tahun setelah nasabah tidak lagi menjadi pelanggan.
- Rekaman Transaksi: Disimpan minimal 5 tahun sesuai peraturan dari otoritas keuangan seperti OJK dan BI.
Arsip Operasional
- Kebijakan dan Prosedur: Disimpan selama kebijakan atau prosedur tersebut berlaku dan beberapa tahun setelah diperbarui atau digantikan.
- Dokumen Rapat dan Notulen: Disimpan minimal 5 tahun, atau lebih lama jika memiliki nilai hukum atau historis.
Arsip Elektronik
- Email dan Komunikasi Elektronik: Disimpan sesuai dengan kebijakan internal bank, umumnya antara 1-5 tahun tergantung pada isi dan relevansi komunikasi.
Kepatuhan dan Pengawasan
- Kepatuhan: Bank harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur penyimpanan dan pemusnahan arsip, termasuk peraturan dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
- Audit dan Pengawasan: Bank diwajibkan untuk menjalani audit internal dan eksternal untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan dan peraturan kearsipan.
Menjaga kearsipan yang baik membantu bank dalam mengelola risiko, mempertahankan bukti transaksi dan aktivitas, serta memenuhi persyaratan hukum dan peraturan yang berlaku.
C. Pengaturan Arsip Perbankan menurut UU PDP
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Indonesia, yang resmi disahkan pada tahun 2022, mengatur perlindungan terhadap data pribadi individu yang dikelola oleh berbagai entitas, termasuk sektor perbankan. Meskipun UU PDP secara khusus tidak mengatur tentang "arsip perbankan," ketentuan dalam UU ini sangat relevan dalam konteks penyimpanan, pengelolaan, dan perlindungan data pribadi nasabah yang terdapat dalam arsip perbankan.
Berikut adalah beberapa ketentuan penting terkait arsip perbankan dalam konteks UU PDP:
1. Prinsip Perlindungan Data Pribadi
UU PDP mengatur bahwa pengelolaan data pribadi harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip:
- Keterbukaan (Transparansi): Nasabah harus diberitahu mengenai pengumpulan dan penggunaan data pribadi mereka.
- Tujuan Tertentu: Data pribadi hanya boleh digunakan untuk tujuan tertentu yang jelas dan sah.
- Pembatasan Penyimpanan: Data pribadi tidak boleh disimpan lebih lama dari yang diperlukan untuk tujuan pengumpulannya.
- Keakuratan: Data pribadi harus akurat dan, jika perlu, diperbarui.
- Kerahasiaan dan Keamanan: Data pribadi harus dilindungi dari akses yang tidak sah, kehilangan, kerusakan, atau pengungkapan.
2. Hak Subjek Data
Nasabah sebagai subjek data memiliki berbagai hak terkait data pribadi mereka, termasuk:
- Hak untuk Diberi Tahu: Tentang bagaimana data pribadi mereka dikumpulkan dan digunakan.
- Hak untuk Mengakses: Salinan data pribadi mereka yang disimpan oleh bank.
- Hak untuk Memperbaiki: Kesalahan dalam data pribadi mereka.
- Hak untuk Menghapus: Data pribadi mereka dalam kondisi tertentu, seperti ketika data tidak lagi diperlukan untuk tujuan awal pengumpulannya.
3. Kewajiban Pengendali dan Prosesor Data
Bank sebagai pengendali data (Data Controller) dan prosesor data (Data Processor) memiliki kewajiban untuk:
- Menjamin Keamanan Data Pribadi: Menerapkan langkah-langkah teknis dan organisasi yang sesuai untuk melindungi data pribadi.
- Melaporkan Pelanggaran Data: Jika terjadi pelanggaran data pribadi, bank harus melaporkannya kepada otoritas terkait dan, dalam kondisi tertentu, kepada subjek data yang terdampak.
- Mendokumentasikan Proses Pengelolaan Data: Menjaga dokumentasi tentang bagaimana data pribadi dikumpulkan, diproses, disimpan, dan dilindungi.
4. Persetujuan (Consent)
Penggunaan data pribadi harus berdasarkan persetujuan yang sah dari nasabah, yang diberikan secara sukarela, khusus, berdasarkan informasi yang cukup, dan dengan jelas menyatakan persetujuan. Persetujuan ini harus dapat ditarik kapan saja oleh nasabah.
5. Sanksi
UU PDP menetapkan sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan data pribadi, termasuk sanksi administratif, pidana, dan denda.
Implementasi dalam Arsip Perbankan
Dalam konteks arsip perbankan, UU PDP mengharuskan bank untuk:
- Menyimpan data pribadi nasabah dengan cara yang aman dan terlindungi.
- Mengatur akses terhadap arsip data pribadi untuk mencegah akses yang tidak sah.
- Menghancurkan atau menghapus data pribadi ketika tidak lagi diperlukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau atas permintaan nasabah.
Penerapan UU PDP dalam pengelolaan arsip perbankan adalah untuk memastikan bahwa data pribadi nasabah diperlakukan dengan cara yang menjaga privasi dan keamanan, serta mematuhi hukum dan regulasi yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar