Bolehkah Bank Memberikan Informasi Data Nasabah Kepada Asuransi?

Bolehkah Bank Memberikan Informasi Data Nasabah Kepada Asuransi?

Pertanyaan

Apakah dapat dibenarkan pihak Bank memberikan informasi data nasabahnya ke pihak asuransi? Terima kasih banyak

Bank Wajib Merahasiakan Data Nasabah Penyimpan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, mari kita lihat apakah data nasabah bank termasuk kedalam pengertian rahasia bank?
Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU Perbankan”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”) bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Informasi data nasabah bank jika dalam hal ini mengenai informasi nasabah penyimpan dan simpanannya berarti termasuk kedalam rahasia bank. Secara eksplisit kewajiban bank untuk merahasiakan keterangan nasabahnya diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998, namun yang wajib dirahasiakan itu terbatas kepada nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam hal sebagai berikut:
  1. Untuk kepentingan perpajakan berdasarkan permintaan Menteri Keuangan;[1]
  2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Panitia Urusan Piutang Negara;[2]
  3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana;[3]
  4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;[4]
  5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank;[5]
  6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpanan yang dibuat secara tertulis;[6]
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank. Sedangkan nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.[7]
Apabila nasabah bank adalah Nasabah Penyimpan yang sekaligus juga sebagai Nasabah Debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai Nasabah Penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai Nasabah Penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. Bagi bank yang melakukan kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodian dan atau Wali Amanat, tunduk pada ketentuan perundang – undangan di bidang pasar modal.[8]
Mengenai kerahasiaan data nasabah ini sebagaimana dipertegas oleh Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) bahwa data nasabah yang wajib dirahasiakan hanya data nasabah penyimpan, sehingga di sini data nasabah selain nasabah penyimpan tidak termasuk kedalam pengertian rahasia bank.
Izin Membuka Rahasia Bank
Sebagaimana telah di jelaskan di atas bahwa keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya wajib dirahasiakan, namun pemberian data dan informasi (rahasia bank) kepada pihak lain dimungkinkan/ dikecualikan untuk hal-hal tertentu.
Pada Pasal 3 ayat (1) PBI 2/19/2000 menegaskan bahwa pelaksanaan ketentuan permintaan rahasia bank terkait masalah di atas, wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan Bank Indonesia (“BI”).
Apabila tidak memiliki izin, maka tentu dapat dipidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/1998 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47 ayat (1) UU 10/1998
Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Pasal 47 ayat (2) UU 10/1998
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Bolehkah Pihak Bank Memberikan Informasi Nasabah ke Pihak Asuransi
Asuransi mengacu pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2012 tentang Perasuransian (“UU 40/2012”), yaitu:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
  1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
  2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Dalam pengecualian membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998, pihak asuransi secara eksplisit tidak memiliki kepentingan untuk meminta data nasabah.
Jadi, pada intinya jika kepentingannya tidak sesuai dengan hal yang dikecualikan, maka tindakan pihak bank yang memberikan informasi nasabah penyimpan kepada pihak asuransi tidak dapat dibenarkan dan tindakan tersebut merupakan tindakan pidana.
Untuk pihak bank dapat dipidana berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UU 10/1998 sedangkan untuk pihak asuransi dapat dipidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU 10/1998, karena pihak asuransi tersebut tidak memiliki izin dan kepentingan yang dikecualikan oleh undang-undang.
Atas kejadian tersebut, nasabah penyimpan yang datanya diberikan oleh bank kepada pihak asuransi. Dapat meminta ganti kerugian kepada pihak bank dengan melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:

[1] Pasal 41 ayat (1) UU 10/1998
[2] Pasal 41A UU 10/1998
[3] Pasal 42 UU 10/1998
[4] Pasal 43 UU Perbankan
[5] Pasal 44 UU Perbankan
[6] Pasal 44A UU 10/1998
[7] Pasal 1 angka 16 dan angka 17 UU 10/1998
[8] Penjelasan Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998
source https://www.hukumonline.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAFTAR KODE RTGS/KLIRING BANK DI INDONESIA

ISTILAH PERBANKAN YG JARANG DIKETAHUI PUBLIK …

Angka Korea (Sino Korea & Korea Asli)